PEMBANGUNAN
MANUSIA SECARA NONFISIK BERDASARKAN KONSEP HINDU
(OLEH
: Kadek Iwan Suarcahyana)
I.Pembangunan Manusia Menurut Hindu
Perkembangan
arsitektur bangunan Bali, tak lepas dari peran beberapa tokoh sejarah Bali Aga
berikut zaman Majapahit. Tokoh Kebo Iwa dan Mpu Kuturan yang hidup pada abad ke
11, atau zaman pemerintahan Raja Anak Wungsu di Bali banyak mewarisi landasan
pembanguna arsitektur Bali. Danghyang Nirartha yang hidup pada zaman Raja Dalem
Waturenggong setelah ekspidisi Gajah Mada ke Bali abad 14, juga ikut mewarnai
khasanah arsitektur tersebut ditulis dalam lontar Asta Bhumi dan Asta
kosala-kosali yang menganggap Bhagawan Wiswakarma sebagai dewa para arsitektur.
Tidak hanya di dalam pembangunan dalam bentuk bangunan saja melainkan juga di
dalam non fisik.
Penjelasan
dikatakan oleh Ida Pandita Dukuh Samyaga. Lebih jauh dikemukakan, Bhagawan
Wiswakarma sebagai Dewa Arsitektur, sebetulnya merupakan tokoh dalam cerita
Mahabharata yang dimintai bantuan oleh Krisna untuk membangun kerjaan barunya.
Dalam kisah tersebut, hanya Wismakarma yang bersatu sebagai dewa kahyangan yang
bisa menyulap laut menjadi sebuah kerajaan untuk Krisna. Kemudian secara
turun-temurun oleh umat Hindu diangap sebagai dewa arsitektur. Karenanya, tiap
bangunan di bali selalu disertai dengan upacara pemujaan terhadap Bhagawan
Wiswakarma. Upacara demikian dilakukan mulai dari pemilihan lokasi, membuat
dasar bagunan sampai bangunan selesai. Hal ini bertujuan minta restu kepada
Bhagawan Wiswakarma agar bangunan itu hidup dan memancarkan vibrasi positif
bagi penghuninya. Menurut kepercayaan masyarakat Hindu Bali, bangunan memiliki
jiwa bhuana agung (alam makrokosmos) sedangkan manusia yang menepati bangunan
adalah bagian dari buana alit (mikrokosmos).Antara manusia (mikrokosmos) dan
bangunan yang ditempati harus harmonis, agar bisa mendapatkan keseimbangan
anatara kedua alam tersebut.Karena itu,mebuat bagunan harus sesuai dengan
tatacara yang ditulis dalam sastra Asta Bhumi dan Atas Kosala-kosali sebagai
fengsui Hindu Bali.
II. PEMBAHASAN
2.1 Pembangunan manusia
dalam sastra
Pembangunan Manusia
Menurut Hindu
Wittam bandhurwayah karma
widya bhawati pancami
etani maanyasthanaani
gariyo yadyaduttaram.
(Manawa
Dharmasastra,II.136).
Maksudnya:
Lindungi dan hormatilah lima hal yaitu Witta (harta benda), Bandhu (sanak
keluarga), Wayah (umur), Karma (prilaku) dan Widya (ilmu pengetahuan), urutan
yang makin belakang makin penting dari yang mendahului.
Pembangunan
manusia di dunia ini perlu ditentukan keberhasilannya dengan ukuran yang jelas
kriterianya. Tanpa ukuran pembangunan manusia itu bisa tidak terarah.
Pembangunan yang tidak terarah dinamikanya bisa membuat manusia menjadi semakin
sengsara. Bisa saja pembangunan itu menimbulkan dinamika yang terlampau
fragmatis membuat manusia menjadi rakus. Keberhasilan suatu pembangunan
ditetapkan oleh Badan Pembangunan Dunia (UNDP) dari PBB dengan suatu indek
tertentu yang disebut HDI yaitu Human Development Index atau disebut Indek
Pembangunan Manusia. UNDP menetapkan ada tiga ciri atau indek HDI yaitu:
kesehatan, pendidikan dan daya beli penduduk atau indek ekonomi.
Kalau
tiga indek itu trennya meningkat terus artinya pembangunan manusia itu semakin
berhasil. Dalam pustaka Hindu ada beberapa yang menetapkan kriteria
keberhasilan suatu pembangunan manusia. Di antaranya dalam Manawa Dharmasastra
II.136 yang dikutip di atas menyatakan ada lima hal yang wajib dilakukan oleh
manusia agar ia bisa hidup bahagia dan sejahtera. Lima hal tersebut adalah:
Pertama
Witta: artinya harta benda yang dimiliki baik harta warisan maupun hasil kerja
sendiri. Harta benda ini wajib dicari dan dilindungi dengan cara-cara yang
terhormat. Apa lagi harta warisan hendaknya tidak digunakan tanpa pertimbangan
yang matang. Kalau sampai harta warisan itu semakin surut karena dihamburkan
oleh generasi penerusnya. Generasi yang demikian itu disebut generasi yang
Adama. Artinya generasi yang bodoh.
Kalau
dinikmati dengan diusahakan terlebih dahulu dan harta warisan itu tetap seperti
sedia kala tidak ada berkurang maupun bertambah, maka generasi yang demikian
itu disebut Madyama. Tetapi akan disebut generasi utama apa bila harta warisan
itu semakin bertambah karena diusahakan. Demikian juga harta kekayaan hasil
usaha sendiri harus diperoleh dan digunakan berdasarkan dharma. Sarasamuscaya
menyatakan harta kekayaan itu bagaikan air dalam kolam. Ada air yang masuk dan
ada air yang keluar, maka air kolam itu akan jernih. Kalau hanya masuk saja
tidak ada yang keluar maka air kolam itu akan busuk. Apalagi hanya keluar saja
maka kolam itu akan kering.
Demikian
juga harta kekayaan ada yang masuk dan ada yang keluar. Harta yang masuk akan
menyebabkan orang menjadi suci asal tidak ada harta yang diperoleh dari hasil
melanggar hukum dengan kekerasan atau ''anyaya artha'' harta hasil pengelapan
atau ''apariklesa artha'' dan harta hasil menerima suap atau ''artha saking
kasembah ning satru''. Demikian Sarasamuscaya menyatakan. Harta yang keluar itu
juga menurut Sarasamuscaya ada dua yaitu Buktin dan Punia artinya dinikmati dan
di dana puniakan. Yang dinikmati itu juga ada tiga arah yaitu sebagai sarana
untuk mensukseskan tujuan Dharma, dikembangkan sebagai modal untuk meningkatkan
pengembangan Artha dan untuk mengendalikan keinginan atau Kama. Penggunaan
harta kekayaan di luar itu dapat menjerumuskan. Witta yang berhasil dilindungi
dengan baik sebagai suatu ciri keberhasilan dalam hidup.
Kedua
Bandhu yaitu sanak keluarga. Seluruh sanak keluarga wajib dibina dan dijaga
harkat dan martabatnya baik kedalam maupun keluar. Jaman Kali ini semakin
banyak orang tidak peduli pada harkat dan martabatnya. Bahkan semakin
berkembang persaudaraan tan sahabat. Ada saudara se-ayah dan se-ibu tetapi
bermusuhan. Ada saudara satu partai politik tetapi bermusuhan. Bahkan saudara
se-agama bermusuhan bahkan berperang saling bunuh. Demikian juga ada yang
menjelek-jelekan saudara senegaranya. Ciri hidup sukses adalah membina dan
menjaga harkat dan martabat keluarga. Orang akan dianggap berhasil apabila dia
dapat menjaga harkat dan martabat keluarganya.
Ketiga
Wayah artinya menjaga umur. Menjaga kegiatan hidup sesuai dengan perjalanan
umur. Menjaga kehormatan umur artinya menggunakan pertumbuhan umur sesuai
Asrama Dharma. Saat masih brahmacari lakukanlah swadharma brahmacari dengan
sungguh-sungguh. Jangan saat umur masih muda disia-siakan untuk hal-hal yang
tidak berguna atau di luar swadharma brahmacari. Saat berumah tangga atau
grhastha asrama jangan sia-siakan umur grhastha asrama. Jangan melalaikan
kewajiban sebagai orang yang usianya sedang menempuh asrama grhastha. Demikian
juga saat usia memasuki wana prastha berlakulah sesuai dengan usia tua sebagai
wana prastha asrama. Dalam bahasa Bali disebut: ''matilesang raga suba tua''.
Wayah dalam hal ini artinya menyesuaikan prilaku dengan umur.
Keempat
karma yaitu menjaga kualitas prilaku. Mengendalikan dan melindungi prilaku agar
senantiasa tergolong prilaku yang disebut subha karma. Meskipun tidak mampu
banyak berbuat baik, setidak-tidaknya kita tidak berbuat jahat pada siapa saja.
Mengembangkan diri untuk berpikir, berkata dan berbuat baik atau subha karma
tidaklah semudah teorinya. Hal itu harus dilakukan dengan berbagai upaya
mengembangkan berbagai kebiasaan baik sebagaimana diajarkan dalam ajaran Hindu.
Misalnya saja kebiasaan makan yang hanya berdasarkan dorongan bahwa nafsu saja
yang bertentangan dengan ilmu kesehatan atau ilmu nutrisi. Hal ini hanya bisa
dilakukan dengan merubah kebiasaan makan dengan hanya dengan dorongan hawa
nafsu dirubah dengan mengembangkan kebiasaan makan berdasarkan ilmu makanan dan
pertimbangan yang rasional.
Kelima
widya yaitu mencari dan memelihara ilmu pengetahuan. Mencari dan memelihara
widya itu bukan untuk gagah-gagahan. Cari ilmu bukan untuk pamer gelar
akademis. Cari widya untuk menjalankan kehidupan dengan baik dan benar. Widya
itu untuk memelihara semua hal seperti witta, bandhu, wayah dan karma. Widya
disebut lebih utama dari yang lain karena semua aspek kehidupan membutuhkan
ilmu. Menjaga dan mengembangkan witta, bandhu, wayah dan karma tidak akan
sukses tanpa ilmu. Semuanya itu membutuhkan ilmu, baik ilmu rokhani maupun ilmu
duniawi. Karena itu widya-lah yang paling utama baru kemudian karma, wayah,
bandhu dan witta. Ini artinya dengan ilmulah (widya) kehormatan Karma, wayah,
bandhu dan witta akan terjaga dengan baik. Inilah salah satu konsep
keberhasilan pembangunan manusia menurut Hindu.
Selain
itu sosial status juga menjadi pedoman.
jadi rumah di bali itu ada yang disebut Puri juga atau Jeroan, biasanya
dibangun oleh warna / wangsa Kesatria. tapi karena sekarang banyak yang sudah
kaya diBali, jadi siapapun boleh membuat yang seperti ini. Namun mungkin nanti
bedanya di Tempat Persembahyangan di Dalamnya saja.
Warna itu merupakan
sistem hirarki, di Bali Hirarkial itu juga berpengaruh terhadap tata ruang
bangunan rumahnya. Dalam pembuatan rumahnya rumah akan dibagi menjadi:
1. Jaba untuk bagian paling luar bangunan
2. Jaba jero untuk mendifinisikan bagian
ruang antara luar dan dalam, atau ruang tengah
Jero
untuk mendiskripsikan ruang bagian paling dalam dari sebuah pola ruang yang
dianggap sebagai ruang paling suci atau paling privasi bagi rumah tinggal. Di
konsep ini juga disebutkan tentang teknik konstruksi dan materialnya. ada
namanya Tri Angga, yang terdiri dari:
1.Nista menggambarkan hirarki paling
bawah dari sebuah bangunan, diwujudkan dengan pondasi rumah atau bawah rumah
sebagai penyangga rumah. bahannya pun biasanya terbuat dari Batu bata atau Batu
gunung.
2.Madya adalah bagian tengah bangunan
yang diwujudkan dalam bangunan dinding, jendela dan pintu. Madya mengambarkan
strata manusia atau alam manusia
3.Utama adalah symbol dari bangunan
bagian atas yang diwujudkan dalam bentuk atap yang diyakini juga sebagai tempat
paling suci dalam rumah sehingga juga digambarkan tempat tinggal dewa atau
leluhur mereka yang sudah meninggal. Pada bagian atap ini bahan yang digunakan
pada arsitektur tradisional adalah atap ijuk dan alang-alang.
III. SIMPULAN
Pembangunan Manusia di dunia ini perlu
ditentukan keberhasilannya dengan ukuran yang jelas kriterianya. Tanpa ukuran
pembangunan manusia itu bisa tidak terarah. Pembangunan yang tidak terarah
dinamikanya bisa membuat manusia menjadi semakin sengsara. Bisa saja
pembangunan itu menimbulkan dinamika yang terlampau fragmatis membuat manusia
menjadi rakus. Keberhasilan suatu pembangunan ditetapkan oleh Badan Pembangunan
Dunia (UNDP) dari PBB dengan suatu indek tertentu yang disebut HDI yaitu Human
Development Index atau disebut Indek Pembangunan Manusia. UNDP menetapkan ada
tiga ciri atau indek HDI yaitu: kesehatan, pendidikan dan daya beli penduduk
atau indek ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
winanti.2012.Pura
Keluarga dan Pretima. Pustaka Bali Post : Denpasar
Swastika
Pasek.2007.Upacara /Upakara Paumahan Lan Mrajan. KayuMas Agung : Denpasar
Soebandi.1983.Sejarah
Pembangunan Pura-Pura Di Bali. KayuMas Agung : Denpasar
Paketan Anom
Bagus.2005.Membangun Karang Paumahan.KayuMas Agung : Denpasar
Dharma Wacana –
Balipost Minggu, 24 Oktober 2010 – ketut wiana
www.google.com.
0 komentar:
Posting Komentar